MENGUKUR KELILING BUMI

KELILING BUMI
Pernahkah kita memikirkan, bagaimana para ilmuan di masa lalu dapat mengukur keliling bumi? Yap…mengukur keliling bumi tentu saja bukan pekerjaan yang mudah, apalagi bagi ilmuan kuno yang belum memiliki alat ukur canggih seperti sekarang. Lalau bagaimana mereka sanggup melakukan pekerjaan besar ini dengan segala keterbatasan alat?
Erathostenes diyakini sebagai orang pertama yang berhasil menghitung panjang keliling bumi. Hebatnya lagi, hasil yang ia peroleh benar-benar mendekati dengan hasil perhitungan modern seperti sekarang. Ia merupakan seorang filsuf dan sekaligus ahli matematika dari Yunani yang hidup pada 270-190 SM. Bagaimana cara ia menghitung keliling bumi?
 Melalui pengamatan ia dapati bahwa pada setiap tanggal 21 Juni, tepatnya saat summer solstice, di suatu kota bernama syene, terletak di pinggiran sungai nil, semua sumur dapat dilihat sampai ke dasarnya, tidak ada bagian yang gelap. Artinya saat itu di sana matahari benar-benar tegak lurus dengan permukaan bumi.
Pada saat yang sama di Alexandria, suatu kota di utara Syene yang menurut Erathostenes terletak dalam satu garis bujur yang sama dan berjarak 5000 stadia dengan kota syene, tugu-tugu membentuk suatu bayangan dengan sudut 7,5 derajat.
Gambar 1.Perbandingan Efek Pencahayaan Matahari Anatara Syene dan Alexandria (diambil dari:http://eduwww.mikkeli.fi/opetus/myk/kv/comenius/erathostenes.htm)

Dari kenyataan itu, Erathostenes semakin yakin bahwa bumi memang bulat. Bukan itu saja, melalui peristiwa ini ia juga berhasil menghitung keliling bumi. Dengan mengukur sudut bayangan tugu di Alexandria dan mengukur jarak Syene_Alexandria maka dapat ditentukan berapa besar keliling bumi. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Erathostenes, sudut bayangan tugu sebesar 7,5 derajat sedangkan jarak antara Syene dan Alexandria adalah 5000 stadia. Stadia adalah satuan panjang yang biasa digunakan oleh orang yunani kuno, menunjuk pada panjang arena stadium (tempat diadakannya perlombaan olah raga). Satu stadia kira-kira sama dengan 185 m.
Bagaimana peristiwa tersebut dapat dijadikan dasar untuk menghitung keliling bumi?
Pertama, jika pada waktu yang sama diperoleh bahwa di suatu tempat matahari tidak membentuk bayangan dan di tempat lain yang masih satu garis bujur matahari telah membentuk bayangan dengan sudut tertentu, maka sudut tersebut merupakan sudut antara kedua kota terhadap pusat bumi.
Kedua, Jika sudut dan jarak antara kedua kota telah diketahui, maka kita dapat membuat perbandingannya dengan sudut seluruh permukaan bumi dan keliling bumi.
Keliling Bumi : Jarak Syene_Alexandria = 360 derajat : 7,5 derajat
Arestotenes menganggap bahwa besar sudut antara kota Syene dan Alexandria (7,5 derajat) adalah kira-kira 1/50 dari sudut seluruh permukaan bumi (360 derajat). Oleh karena itu, persamaa di atas dapat diselesaikan untuk mencari keliling bumi, yaitu:
Keliling Bumi = 50 x Jarak Syene_Alexandria = 50 x 5000 stadia = 250.000 stadia = 45.750 km.
Hasil tersebut hanya meleset sekitar 15% dari perhitungan modern. Inilah cara yang ditempuh oleh ilmuan di era yang sangat silam untuk mengukur keliling bumi. Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah, rasa ingin tahu seseoarang ternyata bisa mengatasi berbagai keadaan yang mungkin kurang mendukung.

2 komentar:

ocha note mengatakan...

apa yang dimaksud dengan perhitunga modern ci? apa menggunakan alat hitung ta? atau dengan cara-cara baru?

Alifah Rose mengatakan...

sepertinya yang dimaksud dengan perhitungan modern itu menggunakan metode yang telah dipakai ilmuwan2 tsb. mungkin saja didukung oleh alat-alat yang canggih

Posting Komentar